SKRIPSI
PENGARUH
HUKUMAN FISIK TERHADAP PERILAKU AGRESIF ANAK USIA 4-5 TAHUN
(Studi
Penelitian di Ngemplak, Desa Canan,
Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten)
Disusun oleh:
Nama : Anisa Siti
Maryanti
NIM : 1601409041
NIM : 1601409041
PENDIDIKAN
GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2012
ABSTRAK
ANISA SITI MARYANTI NIM 1601409041, Jurusan Pendidikan
Guru Pendidikan Anak Usia Dini Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Semarang. Skripsi : “PENGARUH HUKUMAN
FISIK TERHADAP PERILAKU AGRESIF ANAK USIA DINI”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh
mana pengaruh pemberian hukuman fisik terhadap perilaku agresif anak.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode
kuantitatif. Variabel dalam penelitian ini adalah hukuman fisik dan perilaku
agresif anak usia dini. Pengumpulan data dilakukan dengan skala/angket. Teknik
analisis data menggunakan uji validitas dan reliabilitas, uji asumsi dan uji
linieritas.
Jumlah subyek penelitian ini adalah 15 keluarga desa
ngemplak, Canan, Kabupaten Klaten. Subyek penelitian diberikan dua macam skala
yaitu skala hukuman fisik dan skala perilaku agresif.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan regression analysis diperoleh nilai r
sebesar 0,950
dengan p < 0,05.
Artinya terdapat pengaruh yang sangat signifikan anatara hukuman fisik terhadap perilaku
agresif, hipotesis diterima.
Koefisien determinasi sebesar 0,902
menunjukkan bahwa hukuman
fisik memberi sumbangan 90,2
%, dan terdapat pengaruh variable lain sebesar 9,8
% terhadap perilaku
agresif.
Maka, berdasarkan hasil
perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara pemberian
hukuman fisik terhadap perilaku agresif anak. Maka hipotesis yang diajukan
diterima.
Kata kunci :
hukuman fisik, perilaku agresif
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Secara psikologis perilaku agresif berarti cenderung (ingin) menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai
hal yang mengecewakan, menghalangi atau menghambat (KBBI: 1995: 12). Perilaku
ini dapat membahayakan anak atau
orang lain. misalnya, menusukan pensil yang runcing ke tangan temannya, atau
mengayun-ngayunkan tasnya sehingga mengenai orang yang berada di sekitarnya.
Menurut Akbar (2008:54) tingkahlaku agesif terjadi pada masa
perkembangan anak. Perilaku agresif sebenarnya sangat jarang ditemukan pada anak yang
berusia di bawah 2 tahun. Namun, ketika anak memasuki usia 3-7 tahun, perilaku
agresif menjadi bagian dari tahapan perkembangan mereka dan sering kali
menimbulkan masalah, tidak hanya di rumah tetapi juga disekolah.
Anak
agresif merupakan anak yang memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata namun
tidak diimbangi dengan sikap yang cukup menyenangkan. Mereka sangat lincah, suka
meminta perhatian orang lain dengan cara mengganggu, kasar secara fisik maupun
lisan, serta egois. Biasanya masyarakat umum menyebut anak agresif dengan sebutan “anak nakal”.
Namun, dari sudut pandang ilmu psikologi sebutan atau cap “anak nakal” bukanlah
sebuah interpretasi yang baik, sebutan ini hanya akan memberikan kontribusi
negatif bagi perkembangan perilaku anak.
Anak-anak
yang memiliki perilaku agresif kurang mampu mengekspresikan kemarahannya dalam
bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh lingkungan sehingga dapat berakibat
serius dalam
jangka panjang. Pada awalnya, anak menjadi tidak populer di mata
teman-temannya, ia akan dijauhi oleh temannya dan selanjutnya ia juga akan
gagal bermain sesuai dengan peraturan yang ada. Ia gagal mengembangkan perilaku
sosialnya, dan hal ini akan menyebabkan anak memiliki konsep diri yang buruk.
Ia dicap sebagai anak yang “nakal”, yang “sulit” sehingga ia sendiri merasa
tidak aman dan merasa tidak bahagia.
Ada beberapa situasi yang menyulitkan orang tua dalam
menghadapi anak sehingga tanpa disadari mengatakan atau melakukan sesuatu yang
tanpa disadari dapat membahayakan atau melukai anak, biasanya tanpa alasan yang
jelas. Kejadian seperti inilah yang disebut penganiayaan terhadap anak. Dalam
beberapa laporan penelitian, penganiayaan terhadap anak dapat meliputi:
penyiksaan fisik, penyiksaan emosi, pelecehan seksual, dan pengabaian.
Menurut
Gershoff, sebuah tinjauan penelitian menyimpulkan bahwa hukuman badan oleh
orangtua dikaitkan dengan tingginya tingkat kepatuhan segera dan agresi oleh
anak-anak (santrock, 2011:95). Semua orang tentu setuju dengan pendapat bahwa
menerapkan disiplin kepada anak adalah tanggung jawab setiap orangtua. Namun, dalam
penerapannya, menegakkan disiplin tidak selalu mudah. Bahkan, tak jarang
orangtua menerapkan hukuman fisik ringan, seperti memukul pantat atau menjewer
telinga anak. Penerapan hukuman badan ini memang masih menjadi sebuah
perdebatan. Para ahli kesehatan anak di Amerika Serikat bahkan tidak pernah
merekomendasikan memukul pantat atau dikenal dengan istilah spanking kepada
anak-anak karena hukuman fisik ini tidak efektif dalam mengubah perilaku untuk
jangka panjang. Tingkat efektivitas hukuman fisik ini pun kini semakin
dipertanyakan setelah sebuah riset menunjukkan, tindakan spanking justru dapat
memicu perilaku agresif anak. Anak-anak yang sering dipukul pada usia tiga
tahun cenderung berperilaku lebih agresif saat menginjak usia lima tahun.
B.
Perumusan
Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang dirumuskan dalam
penelitian ini adalah apakah ada pengaruh hukuman fisik terhadap perilaku
agresif pada anak usia dini.
C.
Tujuan
Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah
ada pengaruh antara hukuman fisik yang diberikan terhadap perilaku agresif anak
uaisa dini.
D.
Manfaat
Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
- Manfaat teoritis:
Penelitian ini
diharapkan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan khususnya dalam perkembangan
anak usia dini khususnya pada perilaku menyimpang anak dan bagaimana memberikan
hukuman yang tepat kepada anak.
- Manfaat praktis:
a.
Dapat memperkaya
informasi mengenai hukuman fisik yang diberikan kepada anak dan pengaruhnya
terhadap perilaku agresif anak usia dini.
b.
Dapat mengetahui
seberapa besar pengaruh hukuman fisik terhadap perilaku agresif anak usia dini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Hukuman fisik
1.
Pengertian hukuman
Hukuman merupakan penyajian stimulus yang tidak menyenangkan untuk
menghilangkan dengan segera perilaku anak yang tidak diharapkan, sehingga
hukuman dapat pula diartikan suatu bentuk sanksi yang diberikan pada anak baik
sanksi fisik maupun psikis apabila anak melakukan kesalahan-kesalahan atas
pelanggaran yang sengaja dilakukan terhadap aturan-aturan yang telah
ditetapkan. Dapat disimpulkan bahwa hukuman adalah perbuatan yang diberikan
secara sadar dari perbuatan yang melanggar suatu aturan dan mengakibatkan suatu
penderitaan, bail penderitaan yang bersifat fisik maupun penderitaan yang
bersifat psikis.
Wirawan
(1988:36) menjelaskan bahwa
kekerasan (hukuman fisik) terhadap
anak merupakan bentuk penyalahgunaan anak, berupa tindakan kejam yang dilakukan
orang tua melebihi batas perikemanusiaan seperti memukuli anak, menyiram anak
dengan air panas atau membiarkan anak kedinginan di luar rumah dengan tidak
membukakan pintu bila anak terlambat pulang.
Ida
(dalam Handayani, 2000:36)
mengemukakan kekerasan dalam keluarga merupakan kondisi dan lingkungan yang
tidak kondusif, tidak mendidik serta tidak pantas bersetuhan dengan dunia anak
karena menghambat perkembangan fisik serta jiwa anak, sehingga anak merasa
takut dan terancam dan merasa tidak diharapkan dalam keluarganya.
2.
Bentuk-bentuk hukuman
Kekerasan
fisik, verbal dan psikologis yang diberikan orang tua pada anak sebagai wujud
penyelesaian masalah dalam keluarga ada hubungannya dengan tindakan agresif
anak. Salah satu contoh dari kesalahan pengasuhan atau pendidikan anak remaja
dengan kekerasan fisik misalnya menendang, memukul, mencubit; kekerasan verbal
misalnya dengan mengancam, mengolok atau mengumpat; sedangkan kekerasan
psikologis misalnya dengan menuntut anak untuk melakukan hal-hal yang di luar
batas kemampuan anak sehingga anak merasa tertekan.
3.
Syarat-syarat pemberian hukuman
Hukuman
bukanlah soal perseorangan, melainkan mempunyai sifat kemasyrakatan. Hukuman
tidak dapat dan tidak boleh dilakukan sewenang-wenang menurut kehendak
seseornag melainkan adalah suatu perbuatan yang tidak bebas yang selalu
mendapat pengawasan dari masyarakat. Apalagi hukuman yang bersifat pendidikan
(pedagogis), kita harus selalu memperhatikan beberapa persyaratan pemberian hukuman sebagai pedoman. Adapun syarat-syarat hukuman yang paedagogis menurut
Ngalim purwanto (1988:243) adalah :
a.
Tiap-tap hukuman
hendaknya dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini berarti bahwa hukuman tidak
boleh dilakukan sewenang-wenang.
b.
Hukuman itu
sedapat-dapatnya bersifat memeperbaiki. Artinya bahwa hukuman harus mempunyai
nilai mendidik (normatif bagi si terhukum, memperbaiki kelakuan dan moral
anak-anak.
c.
Hukuman tidak boleh
bersifat ancaman atau pembalasan dendam yang bersifat perseorangan. Hukuman
yang dmeikian tidak memungkinkan adanya hubungan baik antara si pendidik dan
yang dididik
d.
Jangan menghukum
pada waktu kita sedang marah, sebab kemungkinan besar hukuman itu tidak adil
atau telalu berat.
e.
Tiap hukuman harus
diberikan dengan sadar dan sudah diperhitungkan atau dipertimbangkan terlebih
dahulu
f.
Bagi si terhukum
(anak), hukuman itu hendaknya dapat dirasakan sendiri sebagai kedukaan atau
penderitaan yang sebenarny, karena hukuman itu makaanak merasa menyesal dan
merasa bahwa untuk sementara waktu ia kehilangan kasih sayang pendidiknya.
g.
Jangan melakukan
hukuman badan, sebab pada hakikatnya hukuman badan itu dilarang oleh Negara,
tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan merupakan penganiayaan terhadap sesama
mahkluk.
h.
Hukuman tidak boleh
merusak hubugan biak antara si pendidik dengan anak didiknya. Untuk itu hukuman
yang diberikan itu harus dapat dimengerti dan dipahami oelh anak.
i.
Perlu adanya
kesanggupan memberi maaf dari si pendidik, sesudah menjatuhkan hukuman dan
setelah anak itu menginsyafi kesalahannya.
4.
Fungsi hukuman
Hukuman yang
diberikan guru terhadap siswa yang melakukan pelanggaran ditujukan untuk
membangkitkan rasa rendah hati dan anak mau mengakui kesalahan serta bersedia
untuk memperbaikinya. Dengan demikian hukuman (punishment) berfungsi untuk
memperkenalkan kepada siswa mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang
tidak baik (buruk). Menurut kartini kartono (1992:261) hukuman mempunyai fungsi
sebagai berikut :
a.
Untuk memperbaiki
individu yang bersangkutan agar menyadari kekeliruannya dan tidak mengulanginya
lagi.
b.
Melindungi
pelakunya agar tidak melanjutkan pola tingkah laku yang menyimpang, buruk dan
tersela.
c.
Melindungi
masyarakt luar dari perbuatan-perbuatan salah (nakal, jahat, asusila, kriminal,
abnormal, dll) yang dilakukan oleh anak atau orang dewasa.
Secara umum, hukuman berfungsi untuk memberikan petunjuk kepada anak
tentang mana yang bernar dan mana yang tidak benar. Kemudian hukuman hanya
diberikan karena adanya pelanggaran dan mencegah agar pelanggaran tersebut
tidak terjadi lagi dengan kata lain hukuman ini berfungsi untuk memperbaiki.
Dalam dunia pendidikan hukuman (punishment) menjadi alat motivasi atau alat
pendorong agar siswa dapat menampilkan perilaku yang baik di lingkunga sekolah.
B.
Perilaku agresif
1.
Pengertian agresif
Schafer & millman menjelaskan bahwa agresi disefinisikan sebagai
perilaku yang dapat menyebabkan luka pribadi (personal injury) terhadap yang
lain, luka itu bisa secara fisik maupun psikis. Sedangkan Moor & fine
mendefinisikan perilaku agresif sebagai tingkah laku kekerasan secara fisik
ataupun verbal terhadap individu atau terhadap objek tertentu. Kata agresi
berasal dari bahasa latin yaitu “agredi” yang berarti menyerang atau bergerak
ke depan. Pengertian ini merupakan pengertian sederhana dan sering dikaitkan
dengen peperangan. Dalam kajian psikologi, agresi mengandung dua makna yakni
yang baik (good sense) dan yang buruk (bad sense) (Nurlaela, 2003:19).
Kowara menjelaskan, agresi dalam makna yang baik (good sense) merupakan
tindakan meyerang untuk meraih kesuksesan meskipun dihadang oleh berbagai
rintangan, tanpa menyakiti atau melukai orang lain. Agresi dalammakna yang baik
ini disebut juga “instrumental aggression” atau agresi instrumental, yaitu
agresi yang dilakukan oleh individu sebagai alat atau cara untuk mencapai
tujuan tertentu, misalnya ingin memperoleh perhatian dari lingkungan,
menyatakan suatu kemauan,dan sebagainya. Sedangkan agresi dalam makna yang
buruk (bad sense) adalah tindakan untuk mencapai atau memperoleh keinginan dan
merusak ataupun mendatangkan penderitaan bagi orang lain. Agresi dalam makna
yang buruk ini disebut juga sebagai “hostile aggression” atau agresi benci,
yaitu agresi yang dilakukan semata-mata sebagai pelampiasan keinginan untuk
menyakiti atau melakukan tindakan tanpa tujuan selain untuk menimbulkan efek
kerusakan, kesakitan, atau kematian pada sasaran atau korban (Haerudin,
2002:12-13).
Poerwodarminta (1995:91) memberikan
pengertian perilaku agresif sebagai suatu perbuatan menyerang. Kartono (1991:42) lebih lanjut
menyatakan bahwa perilaku agresif adalah perilaku yang dilakukan seseorang
dapat berbentuk kemarahan yang meluap-luap, tindakan yang sewenang-wenang,
penyergapan, kecaman, wujud perbuatan yang dapat menimbulkan penderitaan dan
kesakitan, perusakan dan tirani pada orang lain.
Breakwell (1999:28) dan Koeswara (1988:5) secara tipikal
mendefinisikan agresi sebagai bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti
atau merugikan seseorang yang bertentangan dengan kemauan orang itu. Menyakiti
orang lain secara sengaja bukanlah agresi jika pihak yang dirugikan menghendaki
hal ini terjadi.
Menurut Singgih perilaku agresif pada anak merupakan bentuk pelampiasan
emosi. Anak kelihatan agresif sekali ketika menghadapi keadaan terkekang atau
reaksi emosi terhadap frustasi karena dilarang melkaukan sesuatu. Agresif anak
juga sering muncul karena tingkah laku agresif sebelumnya mengalami penguatan.
Selain itu, anak menjadi agresif karena mencontoh apa yang dilihat
disekitarnya. Perilaku tersebut dapat disalurkan dalam benruk perbuatan, tetapi
bila perilaku tersebut dihalangi maka akan tersalurkan melalui kata-kata dan
pikiran. Perilaku anak dipandang sebagai perilaku yang cenderung menyakiti
orang lain benda secara fisik maupun verbal dengan tujuan ataupun tanpa tujuan
tertentu (Nurlaela, 2003:20).
Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif anak
adalah perilaku negatif yang dilakukan oleh anak yang dapat mengganggu,
menyakiti dan merugikan oranglain maupun benda-benda disekitar. Perilaku yang
negatif tersebut dapat berupa perkataan (mengejek, mengolok-olok, menghina,
berbicara kasar dan kotor), dan perbuatan (berkelahi, mengganggu,merusak, menendang,
memukul, dan lain-lain).
2.
Bentuk-bentuk perilaku agresif
Bentuk perilaku agresif memiliki karakteristik yang sangat beragam, dari
yang ringan hingga yang berat, dan biasanya dapat dinyatakan secara perkataan
(verbal) dan perbuatan (non verbal). (Haerudin, 2002:30-31). Perilaku agresif
secara verbal menurut Clarizio memiliki ciri-ciri, antara lain adanya
penggunaan bahasa yang kasar, sering bertengkar mulut, mengeritik dengan pedas,
menghina dan memanggil orang lain dnegan nama-nama yang tidak disukai oleh
orang lain. Sedangkan ciri-ciri perilaku agresif secara fisik atau non verbal
antara lain menggigit, mendominasi, berkelahi, memukul serta perilaku
destruktif lain yang mengganggu kesenangan dan ketenangan orang lain (Afiati,
2002:7). Anak laki-laki pada umumnya memperlihatkan tingkat agresi fisik yang
lebih tinggi daripada anak perempuan. Anak perempuan memeperlihatkan agresi
dalam bentuk verbal, seperti menyumpah, mengejek; maupun agresi reasional
seperti mengucilkan teman dan bergosip.
Berbagai
aspek perilaku agresif yang biasanya akan dimunculkan oleh individu meliputi
beberapa hal, menurut Albin (2002:7)
yang menyatakan bahwa aspek-aspek perilaku agresif seseorang meliputi: aspek
pertahanan, aspek ketegasan, aspek perlawanan disiplin, aspek egosentris, dan
aspek superioritas. Sedangkan aspek perilaku agresif menurut Koeswara (1988:100) dibedakan menjadi
dua macam yaitu :
a.
Aspek prasangka
(thinking ill of the others ). Memandang buruk atau memandang negatif orang
lain secara tidak rasional, hal ini bisa dilihat bagaimana individu
berprasangka pada segala sesuatu yang dihadapinya.
b.
Aspek otoriter. Individu
yang memiliki ciri kepribadian cenderung kaku dalam memandang nilai-nilai
konvensional, tidak bisa toleran terhadap kelemahan yang ada dalam dirinya
maupun diri orang lain, selalu curiga, sangat menaruh hormat, serta pengabdian
terhadap otoritas secara tidak wajar, hal ini dapat dilihat bahwa individu
menunjukkan sikap otoriter pada orang-orang disekelilingnya.
Sears et al mengungkapkan bahwa agresi dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok (haerudin,
2002:31), yaitu :
a.
Agresi anti-sosial,
merupakan tindakan seseorang dengan maksud melukai orang lain, baik secara
fisik maupun non-fisik yang bertentangan dengan norma sosial. Misalnya
pemukulan oleh sekelompok siswa atau perkelahian antar siswa, menyerang orang
dewasa, memaki guru, merusak milik orang lain.
b.
Agresi prososial,
merupakan tindakan agresi yang sebenarnya diatur oleh norma sosial. Misalnya
seorang yang menembak seorang teroris yang telah membunuh beberapa korban.
c.
Agersi yang disetujui
(sanctioned aggression), agresi yang tidak diterima oleh norma sosial, tetapi
masih berasa dalam batas yang wajar. Tindakan tersebut tidak melanggar standar
moral yang telah diterima, misalnya seorang wanita yang melukai pria yang
memeperkosanya.
Schneiders menyebutkan bentuk-bentuk perilaku agresif dengan mengelompokkan
ke dalam beberapa kecenderunagn perilaku agresif, yang meliputi (Bahri,
1994:20):
a.
Kecenderungan untuk
menonjolkan atau memebenarkan diri (self-asertion), seperti: menyombongkan diri
dan memojokkan orang lain.
b.
Kecenderungan untuk
menuntut meskipun bukan miliknya (possesion), seperti merampas barang
kepunyaannya bila diambil orang lain dan suka menyembunyikan barangnya dari
orang lain.
c.
Kecenderungan untuk
mengganggu (teasing) seperti mengejek orang lain dengan kata-kata yang kejam,
menyembunyikan barang milik orang lain dna menyakiti orang lain
d.
Kecenderungan untuk
mendominasi (dominance) seperti tidak mau ditentang baik pendapat atau
perintahnya dan suka menguasai orang lain.
e.
Kecenderungan untuk
menggertak (bullying) seperti memandang orang lain dengan benci
f.
Kecenderungan untuk
menunjukkan permusuhan secara terbuka (open hostility) seperti bertengkar
berkelahi dan mencaci maki
g.
Kecenderungan untuk
berlaku kejam dan suka merusak (violence & destruction) seperti menentang
disiplin dan melukai orang lain secara fisik
h.
Kecenderungan untuk
menaruh rasa dendam (revenge) seperti melukai dengan kata-kata
i.
Kecenderungan untuk
bertindak brutal dan melampiaskan kemarahan secara sadis (brutally &
sadistic furry) seperti melukai orang lain hingga parah dan mengeluarkan kata-kata
yang kotor dan sadis.
Menurut Martni
dan adiyanti, bentuk-bentuk perilaku agresif yang sering ditunjukkan oleh anak,
yaitu (Handayani : 2000):
a. Penyerangan secara fisik
seperti memukul dna mencubit
b. Penyerangan dnegan menggunakna benda misalnya memukul dengan buku
c. Penyerangan dalambentuk verbal misalnya mengejek dan menghina
d. Pelanggaran hak milik misalnya mengambil secara paksabarang yang bukan
miliknya.
Sedangkan Hawadi menjelaskan anak
yang berperilaku agresif menunjukkan sikap atau gejala sebagai berikut (Nurlaela : 2003 ):
a. Anank cenderung
menampilkan sikap menyerang, bertingkah laku temperamen bila merasa frustasi,
suka bertengkar, memilih berkelahi untuk menyelesaikan konflik, tidak
mempedulikan hak dan harapan orang lain.
b. Pada pengamatan langsung, anak cenderung terlihat sering menakut-nakuti
atau secara fisik menyerang ornag lain, mengejek, mengolok-olok, mempermalukan
ornag lain atau menuntuk agar keinginannaya segera terpenuhi.
c. Bersikap senang bermusuhan, senang menyerang secara fisik maupun verbal,
sering melakukan pelanggaran terhadap mili orang lain atau mempunyai keinginan
untuk menguasai suatu hal tertentu.
d. Respon agresif pada ana dapat dapat dikategorikan ke dalam empat macam
yaitu menyerang secara fisik, menyerang dengan objek, menyernag secara verbal,
serta melanggar atas milik orang lain.
3.
Faktor-faktor penyebab perilaku agresif anak
Menurut Hall dan Lindzey, pada dasarnya ada dua faktorr penyebab munculnya
perilaku agresif. Pertama yaitu faktor yang bersumber dari dalam individu atau
karena adanya dorongan insting yang secara konstan menuntut ekspresi. Kedua,
yaitu perilaku agresi muncuk karena adanya hambatan yang mengakibatkan
frustasi, ketegangan dan rasa tidak aman (afiati, 2002:14).
Hawadi mengemukakan bahwa faktor penyebab munculnya peilaku agresif pada
anak dapat dikelompokkan menjadi dua. Pertama, faktor yang berasal dari dalam
diri anak (internal) seperti anak mengalami frustasi karena keinginannya tidak
tercapai atau terpenuhi, mendapat hambatan dalam memuaskan keinginannya,
memiliki rasa perasaan cemas, merasa tidak diperhatikan atau diabaikan, merasa
bosan dan lain-lain. Kedua, faktor yang berasal dari luar diri anak
(eksternal), seperti adanya perlakuan orang tua yang kurang tepat (terlalu
otoriter atau terlalu memanjakannya), adanya ancaman atau gangguan dari
teman-temanya, pengaruh media baik media cetak maupun media elektronik yang
menampilkan perilaku agresif, adanya contoh perilaku agresif dari lingkungan
sekitar anak baik keluarga maupun dari temannya sendiri. jadi, perilaku agresif
yang ditunjukkan oleh anak dipelajari atau ditiru dari lingkungan di sekitarnya
(Nurlaela, 2003:27).
4.
Dampak perilaku agresif anak
Hawadi
mengemukakan, anak yang cenderung berperilaku agresif atau kurang mampu
mengekspresikan kemarahannya dalam bentuk-bentuk yang dapat diterima oleh
lingkungan akan berdampak negatif. Dampak tersebut dapat berpengaruh terhadap
dirinya sendiri maupun orang lain (Handayani, 2004)
a.
Dampak bagi dirinya
sendiri yaitu akan dijauhi oleh teman-temannya dan memiliki konsep diri yang
buruk, anak akan dicap sebagai anak yang nakal sehingga membuatnya merasa
kurang aman dan kurangg bahagia.
b.
Dampak bagi orang
lain (lingkungan), yaitu dapat menimbulkan ketakutan bagi anak-anak lain dan
akan tercipta hubungan sosial yang kurang sehat dengan teman-teman sebayanya.
Selain itu, dapat mengganggu ketenangan lingkungan karena biasanya anak yang
berperilaku agresif memiliki kecenderungan untuk merusak sesuatu yang
disekitarnya.
C.
Pengaruh hukuman fisik terhadap perilakuagresif anak usia
dini
Hurlock
(1993:94) memberikan
penjelasan bila permusuhan anak terhadap disiplin yang terlalu kaku dan hukuman
yang terlalu keras diganjar hukuman yang lebih keras lagi, maka akan berwujud
agresivitas terhadap anak lain. Lebih lanjut Bandura dan Walters (dalam
Koesworo, 1988:67)
menjelaskan bahwa ketidakefektifan beberapa bentuk hukuman dalam pengendalian
agresi yakni penemuan bahwa individu yang delinkuen dan agresif sebagian besar
berasal dari keluarga dengan orang tua yang menggunakan hukuman fisik secara
berlebihan di dalam menegakkan disiplin pada anak-anak.
Goldstein dan Glick (dalam Sarwono,
1999:327) menjelaskan teori
belajar mengenai pelatihan terhadap orang tua agar dalam mendidik anak tidak
dengan kekerasan. Jika orang tua dapat mengurangi kebiasaan berperilaku
agresif, diharapkan anak-anak juga akan berkurang agresivitasnya. Dari hasil
pengamatan ternyata anak banyak meniru dari orang tua yang sedikit-sedikit
berteriak, menjerit, marah-marah sampai dengan memukul baik antara suami-istri,
dengan tetangga, maupun kepada anak-anak sendiri.
Belajar model adalah proses
peniruan tingkah laku orang lain yang dilihat, dilakukan, secara sadar atau
tidak sadar. Sinonim dari belajar model ini adalah imitasi, identifikasi dan
belajar melalui observasi (Monks, 1999:123).
Selanjutnya teori belajar sosial Bandura dan Walters (dalam Monks, 1999:123) menyatakan bahwa
suatu tingkah laku dapat dipelajari hanya dengan melihat saja.
Hukuman
yang diberikan oleh orang tua pada anak seringkali sebagai wujud
penyelesaian masalah dalam keluarga yang
memungkinkan adanya tindakan agresif anak. Hal tersebut dapat
terjadi karena pola asuh yang salah yang mengandung kekerasan fisik maupun
verbal, sehingga anak melakukan suatu proses modelling dan peniruan tingkah
laku yang dilakukan orang tuanya, kemudian tingkah laku tersebut akan
diidentifikasi oleh anak. Apabila anak dalam menghadapi suatu
permasalahan dengan lingkungan sekitarnya, besar kemungkinan anak akan memakai
cara kekerasan pula yang termanifestasikan ke dalam tindakan-tindakan yang
bersifat agresif.
D.
Penelitian sebelumnya
Penelitian
sebelumnya bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara kekerasan orang tua terhadap anak dengan perilaku
agresif pada siswa SMP Negeri 2 Ungaran. Populasi dalam penelitian ini adalah
siswa kelas VII, VIII, dan IX SMP Negeri 2 Ungaran.
Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah proportional random sampling.
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah ada hubungan positif antara
kekerasan orang tua terhadap anak dengan perilaku agresif pada siswa. Teknik
korelasi product moment digunakan untuk menguji hubungan antara kekerasan orang
tua terhadap anak dengan perilaku agresif pada siswa dengan hasil nilai rxy =
0,879 dengan persebaran 0,000 (p<0,05; signifikan)
Maka
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kekerasan
orang tua terhadap anak dengan perilaku agresif pada siswa, berarti hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini diterima yakni: Semakin tinggi kekerasan orang
tua terhadap anak maka semakin tinggi perilaku agresif siswa, sebaliknya
semakin rendah kekerasan orang tua terhadap anak maka semakin rendah perilaku
agresif siswa.
E. Hipotesis penelitian
Hipotesis adalah dugaan sementara yang hendak diuji kebenarannya dengan
menggunakan perhitungan empirik dan nilai matematis, dimana hipotesis ini
terjadi pernyataan yang menghubungkan dua variabel atau lebih. Adapun hipotesis
yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara hukuman fisik
terhadap perilaku agresif anak usia dini.
BAB III
METODE
PENELITIAN
A.
Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel-variabel
yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Variabel independen
:
Hukuman fisik
2.
Variabel dependen :
Perilaku
agresif
B.
Variabel-variabel
Penelitian dan Definisi Operasional
1.
Hukuman fisik
Hukuman perbuatan yang diberikan secara sadar dari auatu perbuatan yang
melanggar suatu aturan
2.
Perilaku agresif
|
C.
Subjek
Penelitian
populasi
adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:117). Jadi
populasi bukan hanya ornag, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain.
Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek/subyek yang dipelajari
tetapi meliputi seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subyek atau
obyek itu. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yand digunakan
adalah teknik purposive sampling. Pemilihan subyek didasarkan ciri-ciri atau
sifat-sifat yang dipandang sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan
(Hadi, 1897). Subyek pada penelitian ini adalah:
1.
Warga desa Ngemplak
Canan, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten
2.
Usai 4 sampai 5
tahun
3.
Berjenis kelamin
laki-laki dan perempuan
Subyek penelitian ini berdasarkan kriteria diatas. Semua anggota populasi
memiliki peluang yang sama untuk menjadi subyek dalam penleitian ini.
D.
Metode
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data untuk mengukur pengaruh hukuman fisik terhadap
perilaku agresif anak usia dini adalah alat ukur yang berbentuk skala yaitu
skala hukuman fisik dan skala perilaku agresif.
1.
Skala hukuman fisik
Skala hukuman fisik merupakan skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan
teori dari purniatai (1999:3) yang terdiri
dari kekerasan fisik, kekerasan non-fisik, dan kekerasan psikologis.
Tabel 1. Distribusi aitem skala hukuman fisik
No.
|
Aspek
|
Aitem
|
Jumlah
|
|
Favourable
|
Unfavourable
|
|||
1.
|
Kekerasan fisik
|
1, 4, 10
|
11, 12, 14, 15, 18, 19,
|
9
|
2.
|
Kekerasan
non-fisik
|
5, 6, 8,
|
13, 20
|
5
|
3.
|
Kekerasan
psikologis
|
2, 3, 7, 9
|
16, 17
|
6
|
Jumlah
|
10
|
10
|
20
|
Tabel 2. Distribusi aitem skala perilaku agresif
No.
|
Aspek-aspek
perilaku agresif
|
Aitem
|
Jumlah
|
|
Favourable
|
Unfavourable
|
|||
1.
|
Pertahanan
|
6,
|
11, 15, 17,
|
4
|
2.
|
Ketegasan
|
4, 7,
|
12,
|
3
|
3.
|
Perlawanan disiplin
|
10, 13, 16,
|
3
|
|
4.
|
Egosentris
|
1, 2, 3,
|
14, 18,
|
5
|
5.
|
Superioritas
|
5, 8
|
2
|
|
6.
|
Prasangka
|
19,20
|
2
|
|
7.
|
Otoriter
|
9,
|
1
|
|
Jumlah
|
8
|
12
|
20
|
E.
Validitas dan reliabilitas
Validitas dan reliabilitas alat ukur merupakan dua hal penting dalam suatu
penelitian ilmiah karena kedua hal tersebut merupakan akrakter utama yang
menunjukkan apakah suatu alat ukur baik atau tidak. Validitas dan reliabilitas
alat ukur perlu diketahui sebelum digunakan agar kesimpulan penelitian nantinya
tidak keliru dan idak memberikan gamabaran jauh berbeda dari keadaan sebenarnya
(Kerlinger, 1992).
1.
Validitas
Validitas alat ukur adalah seberapa jauh kemampuan alat ukur dapat mengukur aspek-aspek yang diukur (Hadi,
1987). Suatu alat ukur dikatakan valid apabila alat tersebut memberikan hasil
pengukuran yang sesuai dengan maksud dan tujuan (Kerlinger, 1992). Validitas
pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah content validity, yang
lebih banyak disandarkan pada relevansi isi pernyataan yang disusun berdasarkan
rancangan atau kisi-kisi yang tepat.
Analisis item dilakukan dengan mengkorelasikan skoe item dengan skor total
yang menghasilkan suatu indeks validitas item yang dikenal dengan skor
total yang menghasilkan validitas item yang dikenal dengan sebutan indeks daya
deskriminasi atau indeks konsistensi item total. Daya deskriminasi item adalah
sejauh mana item mampu membedakan antara kelompok yang memiliki atribut yang
diukur dengan yang tidak memiliki. Indeks daya deskriminasi item ini memberikan
informasi mengenai konsistensi antara apa yang diukur oleh item dengan apa yang
diukur oleh test. Semakin tinggi korelasi positif antara skor item dengan skor
tes berarti semakin tinggi konsistensi antara item tersebut dengan tes keseluruhan
dan semakin tinggi daya bedanya. Bila koefisiensi rendah, berarti fungsi item
tersebut tidak cocok dengan fungsi ukur tes dan daya bedanya tidak cukup baik.
Meskipun demikian tidak ada batasan universal yang menunjukkan kepada angka
minimal yang harus dipenuhi agar suatu test dikatakan valid (Kerlinger, 1992).
2.
Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat kepercayaan hasil suatu
pengukuran, dengan demikian pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi adalah
yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya atau reliable (Kerlinger, 1992).
Tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan secara empiris oleh koefisien
reliabilitas. Teknik yang digunakan dalam penentuan reliabilitas angket adalah
teknik reliabilitas alpha. Pertimbangan penggunaan reliabilitas alpha karena
subjek hanya dikenai satu kali perlakuan (single trial administration),
sehingga tidak memungkinkan untuk menggunakan pendekatan parallel.
F.
Uji Coba Hasil Analisis uji Alat Ukur
Kedua
alat ukur dalam penelitian ini, sebelum dipergunakan, diuji cobakan terlebih
dahulu. Uji coba tersebut dimaksudkan untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas alat ukur. Tujuan dari adanya uji coba alat ukur sebagaimana dikemukakan
oleh Hadi (2000) adalah: (1) menghindari pertanyaan-pertanyaan yang kurang
jelas maksudnya, (2) menghilangkan kata-kata yang menimbulkan kecurigaan, (3)
memperbarui pertanyaan yang hanya menimbulkan jawaban-jawaban yang dangkal. Uji
coba dilaksanakan pada tanggal 2-4 Desember 2011 di Ngemplak RT 11 RW 18, Desa Canan,
kecamatan Wedi Kabupaten Klaten.
Responden dalam uji coba berjumlah 30 responden, tetapi hanya 15 yang terpakai
dalam analisis. Jawaban yang memenuhi syarat untuk dianalisis kemudian
dianalisis validitas dan reliabilias dengan menggunakan program SPSS ( Statistical Package for Social
Science) 16 for windows.
Hasil
uji validitas dan reliabilitas alat ukur dapat
dilihat sebagai berikut :
- Skala hukuman fisik
Uji
coba angket kepribadian anak dari 23 item terdapat 4 item yang gugur yaitu item
nomor 3, 7, 8, 9 karena nilai validitas kurang dari 0, 300 sehingga dianggap
tidak memuaskan. Koefisien validitas bergerak dari 0, 380 sampai 0, 979. Hasil
perhitungan angket kepribadian anak, koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,
963. Secara terinci item angket kepribadian anak dapat dilihat pada table 3 di
bawah ini :
Tabel
3. Distribusi Aitem Skala Hukuman Fisik Setelah Uji Coba
No.
|
Aspek
|
Aitem
|
Jumlah
|
|
Favourable
|
Unfavourable
|
|||
1.
|
Kekerasan fisik
|
1, 4, 10
|
11, 12, 14, 15, 18, 19,
|
9
|
2.
|
Kekerasan
non-fisik
|
5, 6, 8,
|
13, 20
|
5
|
3.
|
Kekerasan
psikologis
|
2, 3, 7, 9
|
17
|
5
|
Jumlah
|
10
|
9
|
19
|
- Skala perilaku agresif
Uji
coba angket disiplin orang tua dari 17 item tidak ada item yang gugur.
Koefisien validitas bergerak dari 0, 347 sampai 0, 987. Hasil perhitungan pada
skala disiplin orang tua koefisien reliabilitas alpha sebesar 0, 970. Secara
terinci item angket disiplin orang tua dapat dilihat pada table 4 sebagai
berikut :
Tabel
4. Distribusi Aitem Skala Perilaku Agresif Setelah Uji Coba
No.
|
Aspek-aspek
perilaku agresif
|
Aitem
|
Jumlah
|
|
Favourable
|
Unfavourable
|
|||
1.
|
Pertahanan
|
6,
|
11, 15, 17,
|
4
|
2.
|
Ketegasan
|
4, 7,
|
12,
|
3
|
3.
|
Perlawanan disiplin
|
10, 13, 16,
|
3
|
|
4.
|
Egosentris
|
1, 2, 3,
|
14, 18,
|
5
|
5.
|
Superioritas
|
5, 8
|
2
|
|
6.
|
Prasangka
|
19,20
|
2
|
|
7.
|
Otoriter
|
9,
|
1
|
|
Jumlah
|
8
|
12
|
20
|
G.
Pelaksanaan
Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Klaten. Sampel pada
penelitian ini adalah keluarga yang berdatus
ekonomi sedang dan mengengah keatas. Penelitian
dilaksanakan pada tanggal 26
sampai 31 Desember.
Pengumpulan data dilaksanakan pada saat semua anggota keluarga berada di rumah.
Proses pengumpulan data dimulai dengan perkenalan, penjelasan mengenai maksud
dan tujuan penelitian selama 15 menit. Selanjutnya subjek diminta untuk mengisi
surat kesediaan responden dan mengisi skala
berupa angket penelitian. Dalam pengisian
responden mampu mengisi semua angket dengan baik.
H.
Metode
Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh disiplin orang tua terhadap kepribadian anak adalah
Regression Analysis dengan program SPSS (
Statistical Package for Social Science) 16 for windows
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Deskripsi Subjek Penelitian
Untuk mengetahui tinggi rendah nilai subjek
dilakukan kategorisasikan baik pada angket hukuman fisik
maupun angket perilaju
agresif. Kategorisasi yang dilakukan didasari oleh
suatu asumsi bahwa skor subjek dalam kelompoknya merupakan estiminasi terhadap
skor subjek dalam populasi dan skor subjek dalam populasinya terdistribusi
secara normal. Peneliti menggunakan kategorisasi sebagai berikut, rendah ( x =
m + -1 SD ), sedang ( m + -1 SD < x = m + 1 SD ), dan tinggi ( x > m + -1
SD ). Kategorisasi subjek diatas digunakan untuk mengelompokkan skor dari kedua
variable dalam penelitian ini.
- Kategorisasi skor hukuman fisik
Skor disiplin orang tua dikategorikan untuk
mengetahui tinggi rendahnya skor subjek. Skor maksimal hipotetik yang diperoleh
subjek adalah 19 x 4 = 76
dan skor minimal hipotetiknya adalah 19
x 1 = 19. Jarak sebaran skor adalah 76 – 19 = 57 dan standar deviasinya
57 : 6 = 9,5.
Sedangkan rerata hipotetiknya (76 + 19) : 2 = 47,5.
Data penelitian skor subjek akan dikategorisasikan ke dalam 3 kategori.
Kategori data penelitian skor subjek selengkapnya disajikan pada table 5.
Tabel 5. Kategorisasi hukuman fisik
No.
|
Skor
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase
|
1.
|
x ≤ 38
|
rendah
|
1
|
6,7%
|
2.
|
38 < x ≤ 57
|
sedang
|
9
|
60%
|
3.
|
x > 57
|
tinggi
|
5
|
33,3%
|
Berdasarkan kategori di atas, maka skor hukuman fisik yang diperoleh adalah 1 orang (6,7%)
berada dalam kategori rendah, 9 orang (60%) berada dalam kategori sedang, dan 5 orang (33,3%)
berada dalam kategori tinggi. Apabila dilihat secara keseluruhan, dapat
disimpulkan bahwa skor hukuman fisik yang diperoleh
subjek penelitian berada dalam kategori sedang.
- Kategorisasi Skor perilaku agresif
Skor kepribadian anak dikategorikan untuk mengetahui
tinggi rendahnya skor subjek. Skor maksimal hipotetik yang diperoleh subjek
adalah 20 x 4 = 80
dan skor minimal hipotetiknya adalah 20
x 1 = 20.
Jarak sebaran skor adalah 80 – 20 = 60, sedangkan rerata
hipotetiknya ( 80
+ 20 ) : 2 = 50 dan standar deviasinya 80 : 6 = 13,3.
Data penelitian skor subjek akan dikategorisasikan ke dalam 3 kategori.
Kategori data penelitian skor subjek selengkapnya disajikan pada tabel 6.
Tabel
6. Kategori perilaku agresif
No.
|
Skor
|
Kategori
|
Frekuensi
|
Persentase
|
1.
|
x ≤ 54
|
Rendah
|
6
|
40%
|
2.
|
54 < x ≤ 81
|
Sedang
|
9
|
60%
|
3.
|
x > 81
|
Tinggi
|
0
|
0%
|
Berdasarkan kategori di atas, maka skor perilaku agresif yang diperoleh adalah 6 orang (40%)
berada dalam kategori rendah dan 9 orang
(60%) berada dalam kategori sedang, sedangkan pada kategori tinggi adalah 0%.
Apabila dilihat secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa skor kepribadian
anak yang diperoleh subjek penelitian berada dalm kategori sedang.
Tabel 7. Kategori Subjek Berdasarkan Skor hukuman fisik
dan perilaku agresif
Variabel
|
Kategori
|
||
Rendah
(%)
|
Sedang
(%)
|
Tinggi
(%)
|
|
Hukuman fisik
|
6,7
|
60
|
33,3
|
Perilaku agresif
|
40
|
60
|
0
|
Berdasarkan kategori subjek berdasarkan skor
disiplin orang tua dan kepribadian anak di atas adalah kategori sedang. Kecenderungan kategori sedang ini dapat dilihat dari persentase kategori sedang, pada hukuman fisik
sebesar 60% dan perilaku agresif anak sebesar 46, 667%.
B.
Analisis Data
1.
Uji Asumsi
Analisis data dilakukan untuk menguji hipotesis
penelitian. Analisis ini dilakukan dengan multiple regression analysis. Untuk
melakukannya harus terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi, yaitu uji
normalitas dan uji linieritas. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian
terhadap asumsi-asumsi tersebut. Uji asumsi dan analisis data dilakukan dengan
menggunkan program SPSS 16 for windows.
- Uji Normalitas
Uji normalitas untuk melihat penyimpangan frekuensi
observasi yang diteliti dari frekuensi teoritik. Uji ini diperlukan karena
banyak sekali gejala yang mendekatkan ciri-ciri distribusi normal. Peneliti
dapat menggunkan ciri-ciri tersebut sebagai landasan untuk meramalkan gejala
yang lebih luas atau yang akan datang
(Hadi, 1994). Sebaliknya, jika tidak diketahui ciri-ciri suatu gejala maka
tidak akan mungkin meramalkan dengan teliti terjadinya gejala-gejala tersebut.
Uji asumsi normalitas menggunkan teknik statistic non parametric one sample
Kolmogrov-Smirnov. Kaidah yang digunakan adalah jika p > 0, 05, maka
sebarannya normal, sebaliknya jika p < 0, 05 maka sebarannya tidak normal.
Tabel 8. Deskripsi Statistik Hasil Uji
Normalitas
No.
|
Variabel
|
Koef.
Normalitas
|
P
|
Ket.
|
1.
|
Hukuman fisik
|
0, 152
|
0, 200
|
Normal
|
2.
|
Perilaku agresif
|
0, 158
|
0, 200
|
Normal
|
- Uji Linieritas
Uji linieritas dilakukan untuk melihat tinggi
rendahnya tingkat korelasi antara variable bebas dan variable terikat. Linier
tidaknya suatu hubungan dilihat dari peluang ralat p beda, yaitu melalui harga
F dalam sumber perbedaan antar kelompok. Hubungan kedua variable dikatakan
linier jika p < 0, 05 dan tidak linier jika p > 0, 05.
Tabel 9. Deskripsi Statistik Hasil Uji
Linier
No.
|
Variabel
|
F
|
p
|
Ket.
|
1.
|
Hukuman fisik – perilaku agresif
|
170,843
|
0, 000
|
Linier
|
Analisis data menghasilkan nilai F sebesar 170,843 dengan p < 0, 05 untuk disiplin orang tua dan
kepribadian anak, sehingga dapat dikatakan hubungan kedua variable tersebut
adalah linier.
2.
Uji Hipotesis
Hasil uji normalitas dan linieritas menunjukkan
bahwa data yang terkumpul memenuhi syarat untuk analisis selanjutnya, yaitu
menggunakan regression analysis untuk menguji hipotesis yang diajukan. Hasil
pengujian hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut :
Dalam penelitian ini terdapat pengaruh positif dari hukuman fisik terhadap perilaku
agresif anak usia dini.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan regression analysis diperoleh nilai r sebesar 0,950 dengan p < 0,05. Artinya terdapat pengaruh yang
sangat signifikan anatara hukuman fisik terhadap perilaku agresif, hipotesis diterima. Koefisien determinasi sebesar
0,902 menunjukkan bahwa hukuman fisik memberi
sumbangan 90,2 %, dan terdapat pengaruh variable lain
sebesar 9,8 % terhadap perilaku agresif.
Tabel
10. Hasil Regresi
No.
|
Korelasi
|
R
|
R²
|
P
|
Ket
|
1.
|
XY
|
0,950
|
0,902
|
0, 000
|
signifikan
|
Keterangan :
X : hukuman fisik
Y
: perilaku
agresif
Berdasarkan regression analysis dapat disimpulkan bahwa
hipotesis dalam penelitian ini diterima atau terbukti.
C.
Pembahasan
Terdapat pengaruh yang signifikan antara hukuman fisik dengan perilaku
agresif anak yang
ditunjukkan oleh nilai R sebesar 0,950 dengan p < 0,05. Hal ini berarti bahwa semakin besar dan sering hukuman fisik maka semakin tinggi pula perilaku agresif anak. Sebaliknya semakin rendah hukuman fisik maka semakin
rendah pula perilaku gresif anak.
Koefisien determinasi sebesar 0,902 memperlihatkan bahwa pengaruh hukuman fisik memberikan sumbangan terhadap perilaku
agresif anak usia 4-5 tahun sebesar 90,2%. Bandura
dan Walters (dalam Koesworo, 1988:67)
menjelaskan bahwa ketidakefektifan beberapa bentuk hukuman dalam pengendalian
agresi yakni penemuan bahwa individu yang delinkuen dan agresif sebagian besar
berasal dari keluarga dengan orang tua yang menggunakan hukuman fisik secara
berlebihan di dalam menegakkan disiplin pada anak-anak.
BAB V
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1.
Terdapat pengaruh
yang signifikan antara pengaruh hukuman fisik terhadap perilaku agresif anak
usia 4-5 tahun, r = 0,950 dan p < 0,05
2.
Pengaruh hukuman
fisik terhadap perilaku agresif anak usia 4-5 tahun adalah 90,2%.
B.
SARAN
1.
Bagi subyek
peneliti
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh hukuman fisik terhadap
perilaku agresif anak. oleh karena itu diharapkan subyek dapat mengurangi
ataupun menghilangkan perilaku agresif.
2.
Bagi orang tua
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukuman fisik mempengaruhi perilaku
agresif anak usia 4-5 tahun. Orang tua diharapkan dapat mengurangi bahkan
menghilangkan pemberian hukuman kepada anak karena hukuman yang diberikan akan
menjadi pemicu besar pemberntukan perilaku agresif anak. Untuk mendisiplinkan
anak tidak perlu memakai hukuman maupun kekerasan.
3.
Bagi peneliti
selanjutnya
Penelitian ini menunjukkan bahwa hukuman fisik mempengaruhi terbentuknya
perilaku agresif anak usia 4-5 tahun. Hasil dalam penelitian ini diharapkan
dapat meningkatkan minat peneliti selanjutnya untuk meneliti faktor-faktor lain
yang dapat mneyebabkan perilaku agresif anak karena
DAFTAR PUSTAKA
Kartono, K. (1991). Patologi Sosial 3. Kenakalan Remaja . Jakarta: CV. Rajawali.
Albin,
R.S. (2002). Emosi Bagaimana Mengenai,
Menerima dan Mengarahkannya. Yogyakarta: Kanisius.
Hurlock, B. E. (1993). Adolescence
Development . McGraw-Hill Inc.
Monks, F. J. (1991). Psikologi
Perkembangan . Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Koeswara, (1988). Agresi Manusia .
Bandung: Eresco.
Sarwono, S.W. (1994). Psikologi Sosial .
Jakarta: Balai Pustaka.
Breakwell, G. M. (1998). Coping With
Aggressive Behaviour . Penterjemah:
Bernadus Hidayat. Yogyakarta: Kanisius.
Poerwodarminto.
W. J. S. (1995). Kamus Umum Bahasa Indonesia . Jakarta: Balai Pustaka
Handayani,
dkk. (2000). Hubungan Antara Intensitas Kekerasan Fisik dan Verbal yang
Diterima Anak Dari Orang tua dengan Kecenderungan Agresif Anak. Jurnal
Psikologi, 5, 32-40.
Hadi, S. 1987. Metodologi Researc I. Yogyakarta: penerbit Fakultas
Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Hadi, S. 2000. Statistik. Yogyakarta. Andi Offset.
Kerlinger, F. N. 1992. Asas-asas penelitian Behavioral. Alih Bahasa:
Landung, R. S. Edisi 4. New york: Prentice Hall International.
Handayani, dkk. (2000).
Hubungan Antara Intensitas Kekerasan Fisik dan Verbal yang Diterima Anak Dari
Orang tua dengan Kecenderungan Agresif Anak. Jurnal Psikologi, 5, 32-40.
http://www.
e-psikologi. com.
Purniati,
H. A. (1999). Anak-Anak Indonesia dan Kekerasan. Strategi dan Temuan Penelitian
di Enam Ibu Kota Propinsi Dibacakan pada Seminar A Focused Study On Child Abuse
In Six Selected Provinces In Indonesia. Yogyakarta 30 Maret 1999.
Wirawan, S. (1988). Psikologi Remaja .
Jakarta: Rajawali Press.
Sugiyono.
(2010). Metode penelitian
pendidikan (pendekatan Kuantitatif, kualitatit, dan R&D). Bandung:
Alfabeta.
mb ada email yg bisa dihubungi? saya tertarik denganskripsinya mb mau tanya beberapa hal. trims sebelumnya
BalasHapusDaftar pustaka Haerudin(2002) mana?
BalasHapus